ISC Ajak Komponen Bangsa Mengantisipasi dan Mengatasi Serangan Siber

(Jakarta, ISC): Serangan siber menjadi ancaman serius dalam era digital yang semakin maju. Baru-baru ini, pemerintah Indonesia mengakui adanya gangguan pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 akibat serangan ransomware dari kelompok Lockbit 3.0. Serangan ini mengakibatkan lumpuhnya beberapa layanan publik, termasuk imigrasi, yang baru mulai pulih sebagian pada 24 Juni.

Serangan tersebut dikupas secara mendalam pada diskusi publik yang diselenggarakan oleh IKAL  Strategic Center (ISC). Diskusi ini menampilkan pakar-pakar ISC di bidang IT, antara lain Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, DEA, IPU, ASEAN-Eng (Tenaga Profesional Bidang Ketahanan Nasional), Prof. Dr. Ir. Teddy Mantoro, MSc., PhD, SMIEE (Chairman IEEE CIS INDONESIA CHAPTER), dan Dr. Pratama Dahlian Persadha, S.Sos.MM (Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber (CISSReC).

Acara penting berlangsung dii Sekretariat IKAL Strategic Center (ISC), Jakarta, 03/07/2024, ini juga mengajak komponen bangsa untuk mengantisipasi dan mengatasi serangan siber. Hadir berbagai kalangan dan intelektual lewat zoom, sedangkan yang hadir langsung di tempat acara antara lain Ketua ISC Prof R.der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri, Sekretaris ISC Laksda TNI (Purn) Dr. Surya Wieranto , SH., MH., Wakil Sekretaris ISC  Dr. Dra. Nieta Hidyani, MBA., MM.

Bersamaan pula hadir Ketua Bidang Hukum dan HAM Irjen Pol. (Purn) Drs. Bekto Suprapto, MSi, Wakil Ketua Bidang Hukum dan HAM Nurmadjito SH., Shum., Wakil Ketua  Bidang Sosialisasi, Komunikasi dan Kerja Sama Dipl.Ing. Lily S. Wastitova, dan Bidang Politik Dr. Drs. Abdur Rahman Sabara MSi., MH, dan Ketua Humas DPP IKAL Lemhannas Drs. Djoko Saksono, MBA.

Acara ini dibuka oleh Sekretaris ISC Laksda TNI (Purn) Dr. Surya Wieranto , SH., MH., kemudian tampil pembicara pertama adalah Dr. Pratama Dahlian Persadha, S.Sos.MM. Dalam diskusi publik yang betemakan “Mengantisipasi dan Mengatasi Serangan Siber” ini menjelaskan bahwa ransomware adalah salah satu bentuk serangan siber yang paling merugikan, di mana pelaku mengunci atau mengenkripsi data korban dan menuntut tebusan untuk mengembalikan aksesnya.

“Kelompok Lockbit 3.0 dikenal dengan modus pemerasan ini, menargetkan berbagai organisasi dan pemerintah di seluruh dunia. Serangan terhadap PDNS 2 menunjukkan bahwa Indonesia tidak kebal terhadap ancaman siber yang semakin kompleks dan canggih,” jelas Dr. Pratama Dahlian. Ditambahkannya bahwa dampak dari serangan ini sangat signifikan, menyebabkan berbagai layanan publik terhenti, mengganggu aktivitas sehari-hari masyarakat yang bergantung pada layanan tersebut.

Menurut Dr. Pratama Dahlian, peristiwa tersebut harusnya menjadi pelajaran pentingnya keamanan siber dalam menjaga kelancaran operasional pemerintah dan layanan publik. “Dalam era digital ini, infrastruktur teknologi informasi menjadi tulang punggung berbagai layanan esensial,” jelas Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber (CISSReC) seraya menambahkan bahwa keamanan data dan sistem informasi harus dijaga dengan baik untuk mencegah gangguan yang dapat berdampak luas pada masyarakat dan perekonomian.

Senada dengan Dr. Pratama Dahlian, pembicara kedua Prof. Dr. Ir. Teddy Mantoro, MSc., PhD, SMIEE pun mengaskan bahwa serangan siber seperti ini mengingatkan bangsa ini bahwa ancaman terhadap keamanan digital adalah nyata dan dapat terjadi kapan saja, sehingga upaya pencegahan harus selalu ditingkatkan. “Maka perlunya sistem cadangan dan rencana kontingensi yang efektif untuk menghadapi situasi darurat seperti ini,” jelas Prof. Dr. Ir. Teddy.

Maka Pemerintah, tegas Prof. Dr. Ir. Teddy, harus memiliki protokol yang jelas dan teruji untuk memulihkan layanan secepat mungkin setelah terjadi insiden. Hal ini mencakup penyediaan infrastruktur cadangan, tim respons insiden yang terlatih, dan strategi komunikasi yang baik dengan publik. “Dengan demikian, dampak dari serangan siber dapat diminimalisir dan layanan publik dapat kembali beroperasi dengan cepat,” ujar Prof. Dr. Ir. Teddy.

Kedua pakar dalam acara Diskusi Publik yang diselenggarakn ISC ini pada intinya mengajak semua komponen bangsa maupun pemerintah harus mengambil langkah-langkah proaktif untuk mengantisipasi dan mengatasi serangan siber di masa depan. Salah satu langkah penting adalah meningkatkan kesadaran dan pendidikan tentang keamanan siber di semua tingkat pemerintahan dan masyarakat. Dengan membangun pemahaman yang lebih baik tentang risiko dan praktik keamanan siber, individu dan organisasi dapat menjadi lebih siap dalam menghadapi ancaman. Pendidikan ini bisa dilakukan melalui pelatihan reguler, kampanye publik, dan integrasi materi keamanan siber dalam kurikulum pendidikan formal.

“Selain pendidikan, adopsi teknologi dan praktik terbaik sangat penting untuk melindungi infrastruktur kritis. Pemerintah perlu mengimplementasikan sistem keamanan yang canggih dan selalu memperbarui perangkat lunak untuk menghadapi ancaman yang terus berkembang. Penggunaan teknologi seperti enkripsi data, firewall, dan sistem deteksi intrusi dapat membantu mengurangi risiko serangan siber,” Prof. Dr. Ir. Teddy. (Humas ISC)

 

0Shares