(Jakarta, ISC): Ketahanan pangan adalah isu strategis yang memengaruhi stabilitas nasional, kesejahteraan masyarakat, dan kedaulatan sebuah negara. Hal ini menjadi kajian mendalam yang dilakukan para pakar IKAL Strategic Center (ISC), yang hasil riset ini dipersentasikan oleh pakar ekonomi ISC Prof. Dr. Paul Soetopo Tjokronegoro, MA., MPE, di Sekretariat IKAL Strategic Center (ISC), Jakarta, 24 September 2024.
Acara ini dihadiri pula oleh Ketua ISC Prof. Dr. der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri, pakar ekonomi ISC Prof. Dr. Paul Soetopo Tjokronegoro, MA., MPE, Wakil Sekretaris ISC Dr. Dra. Nieta Hidayani, MBA., MM. Juga Ketua Hukum dan HAM ISC Irjen Pol. (P) Drs. Bekto Suprapto, MSI, dan sejumlah periset dari Universitas Pelihat Harapan.
Dalam kesempatan ini Ketua ISC Prof. Dr. der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri menjelaskan bahwa pemikiran kritis dari IKAL Strategic Center (ISC) memiliki peran penting dalam memberikan kajian dan riset yang bertujuan untuk menemukan solusi bagi masalah-masalah ini. “Rekomendasi yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi panduan bagi pemerintahan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto, yang akan memulai masa jabatan pada Oktober 2024, dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional,” jelas Prof. Dr. der Soz. Gumilar.
Sementara itu Prof. Dr. Paul Soetopo Tjokronegoro, MA., MPE lebih jauh juga menjelaskan bahwa dalam konteks Indonesia, ketahanan pangan terus menghadapi tantangan besar. “Hal tersebut dapat diringkas dalam empat persoalan utama: produksi, distribusi, konsumsi, dan tata kelola. Dari keempat faktor ini, tata kelola sering kali dipandang sebagai masalah yang paling kompleks dan mendesak untuk diselesaikan,” Prof. Dr. Paul Soetopo Tjokronegoro.
Ditambahkan olehnya bahwa dalam konteks produksi pangan, Indonesia menghadapi tantangan yang signifikan terkait ketergantungan pada impor bahan pangan tertentu, lahan pertanian yang semakin terbatas, serta infrastruktur pertanian yang belum optimal. Produksi lokal masih terhambat oleh praktik pertanian yang tidak efisien dan ketidakstabilan iklim, yang menurunkan hasil panen. “Peningkatan teknologi pertanian, diversifikasi produk, dan program intensifikasi diperlukan untuk memastikan bahwa produksi pangan nasional dapat memenuhi kebutuhan penduduk yang terus bertambah. Pemerintahan yang baru harus merumuskan kebijakan yang dapat mempercepat transformasi sektor pertanian agar lebih mandiri dan produktif,” ungkap Prof. Dr. Paul Soetopo Tjokronegoro.
Distribusi pangan, tambah Prof. Paul, juga menjadi tantangan utama, terutama mengingat geografi Indonesia yang luas dan beragam. Ketimpangan akses antara daerah pedesaan dan perkotaan, serta antara wilayah-wilayah di Indonesia, menyebabkan banyak daerah mengalami kekurangan pangan, sementara daerah lain mengalami surplus.
“Infrastruktur transportasi yang belum memadai, serta rantai pasok yang panjang dan rentan, memperparah masalah ini. Pemerintahan Prabowo harus memperhatikan penguatan infrastruktur logistik dan mengintegrasikan sistem distribusi pangan agar lebih efisien dan merata, sehingga semua daerah di Indonesia dapat memiliki akses yang sama terhadap pangan yang berkualitas,” jelasnya.
Dari semua masalah yang ada, tata kelola dianggap sebagai tantangan paling kritis dalam mengelola ketahanan pangan. Kompleksitas birokrasi, regulasi yang tumpang tindih, serta minimnya koordinasi antar lembaga pemerintah dan sektor swasta memperburuk masalah yang ada.
Kendati demian solusi yang diajukan oleh para pemikir ISC berfokus pada penguatan institusi yang terlibat dalam tata kelola pangan, peningkatan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta penerapan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas dalam sistem manajemen pangan.
Riset dan kajian yang dilakukan ISC menunjukkan pentingnya reformasi tata kelola yang menyeluruh dan sistematis. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pengelolaan rantai pasok pangan, transparansi data, dan pengawasan yang lebih ketat atas distribusi pangan merupakan beberapa solusi yang diharapkan mampu memperbaiki tata kelola yang saat ini masih lemah.
“Rekomendasi yang dihasilkan oleh ISC dapat menjadi dasar bagi pemerintahan Prabowo untuk mengambil langkah strategis dalam memastikan bahwa tata kelola pangan tidak hanya menjadi lebih efisien, tetapi juga berkelanjutan,” pungkas Ketua ISC Prof. Dr. der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri.
Untuk menghadapi tantangan ketahanan pangan, pemerintahan baru di bawah Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto harus bersikap proaktif dalam menangani isu-isu produksi, distribusi, konsumsi, dan tata kelola. Solusi-solusi yang diajukan oleh ISC memberikan arah yang jelas bagi reformasi di sektor ini, dengan fokus utama pada penguatan institusi, pemanfaatan teknologi, dan reformasi kebijakan.
Dengan pendekatan yang terstruktur dan komprehensif, ketahanan pangan Indonesia dapat ditingkatkan, tidak hanya untuk memastikan ketersediaan pangan, tetapi juga untuk menjaga stabilitas nasional dan kesejahteraan masyarakat.* (Humas ISC)