Oleh : Ryutaro Siburian, S.STP , M.Tr.I.P*
Pilkada Serentak yang telah dilaksanakan pada bulan Februari 2024 diseantero negeri ini menjadi berita hangat di media massa. Hal ini mengingat terdapat 38 (tiga puluh delapan) Gubernur, 415 (empat ratus lima belas) Bupati, dan 93 (Sembilan puluh tiga) Walikota yang memimpin di daerah masing-masing. Ditambah lagi, perhelatan 5 tahun sekali ini merupakan ajang bagi para tokoh untuk meraih hati rakyat. Diantara sekian banyak bakal calon, di beberapa daerah terdapat petahana/incumbent yang terpilih.
Setiap bakal calon kepala daerah, tentu menyampaikan janji-janji politik yang diharapkan laku untuk dijual kepada rakyat. Namun demikian, bagi seorang incumbent, terdapat suatu alat untuk menguji kelayakannya dipilih kembali, yaitu hasil evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode sebelumnya.
Seluruh incumbent yang maju dalam Pilkada tahun 2024, dipilih pada Pilkada sekitar tahun 2019 dan tahun 2020, artinya sudah masuk dalam periode pemilihan langsung dan setiap kepala daerah sudah memiliki RPJMD sebagai penjabaran janji-janjinya pada masa kampanye dalam bentuk program pembangunan. Dalam RPJMD diuraikan visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi, arah kebijakan, dan program yang akan dilaksanakan guna mewujudkan kesejahteraan rakyat selama kurun waktu 5 tahun.
Pada aspek kesejahteraan, terdapat data yang menunjukkan angka kemiskinan, angka rata-rata lama sekolah, persentase balita gizi buruk, skor Indeks Pembangunan Manusia, dan lain-lain. Aspek pelayanan umum, antara lain rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah, angka kematian bayi, panjang jalan dalam kondisi baik, penanganan sampah perkotaan, jumlah kelompok PKK aktif, jumlah keluarga pra sejahtera, dan lain-lain. Aspek daya saing antara lain persentase desa/kelurahan swasembada, angka kriminalitas, lama proses perijinan, dan lain sebagainya yang bisa digunakan untuk pembelanjaran para petahana.
Cukup dengan melihat angka pada tahun awal masa jabatan, lalu dibandingkan dengan target dan realisasi pada tahun dilaksanakannya Pilkada, maka seorang petahana sudah dapat dinilai track record-nya. Seperti yang disampaikan Walikota Bekasi beberapa waktu yang lalu di media massa, seorang petahana memiliki waktu 5 tahun untuk berkampanye, maka seharusnya hasil evaluasi RPJMD menjadi salah satu tolok ukur yang harus diketahui oleh seluruh rakyat. Sedangkan bagi yang baru menjabat/new comer, hasil evaluasi ini dijadikan sebagai pembanding, apakah permasalahan daerah yang menjadi fokus perhatian atau solusi yang ditawarkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
Berdasarkan hasil evaluasi ini, setiap orang bisa mengukur, apakah dirinya telah hidup semakin baik dalam kurun waktu 5 tahun ini, kemudian apa yang dia harapkan 5 tahun ke depan. Dengan demikian, 5 tahun ke depan masing-masing pemilih dapat menentukan pilihan kepada incumbent atau kepada yang lain, mampu mengesampingkan “citra” para bakal calon, dan tidak menyesal di kemudian hari. Sudah saatnya masyarakat kita ke depan disuguhkan dengan data dan fakta, bukan sekedar kemampuan mengolah kata, apalagi yang besar karena pencitraan. Kualitas hasil Pilkada sangat ditentukan kapasitas rakyat yang memberikan suara.
Hasil evaluasi pelaksanaan RPJMD juga dapat dijadikan sebagai bahan untuk melakukan pengawasan sekaligus evaluasi terhadap kemampuan suatu daerah dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah. Selain melaksanakan tugas utama untuk mengurus rakyat dari bangun tidur sampai tidur lagi, sejak dari dalam kandungan hingga disemayamkan dalam kuburan, pemberian kewenangan kepada daerah otonom juga untuk “mempercepat” terwujudnya kesejahteraan rakyat.
Pengawasan akan menjamin keserasian dan keharmonisan antara tindakan pemerintah pusat dengan tindakan pemerintah daerah., sehingga peluang kreasi dan inovasi pemerintah lokal, mampu meringankan beban pemerintah pusat. Berkaitan dengan itu, capaian sasaran pembangunan daerah yang mendukung sasaran pembangunan nasonal pada masing-masing aspek, seperti kontribusi pendapatan asli daerah terhadap APBD yang semakin meningkat, jumlah investor/nilai investasi PMA/PMDN, indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik, pertumbuhan penduduk, tingkat pengangguran terbuka, dan fokus penilaian lain sesuai kebutuhan, yang juga terdapat dalam RPJMD, dapat dijadikan sebagai bahan untuk menilai tingkat kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan peraturan perundangan.
Oleh karena itu, sudah saatnya masyarakat kita disuguhkan dengan data dan fakta, bukan sekadar kemampuan mengolah kata/omon-omon, apalagi pencitraan. Kapasitas rakyat menentukan Pilkada yang berkualitas. Efektifitas pembangunan daerah dalam rangka mempercepat pencapaian tujuan otonomi daerah, hanya terwujud jika Pilkada melahirkan pemimpin yang mampu menjadi lokomotif pembangunan.***
Ryutaro Siburian, S.STP , M.Tr.I.P (Analis Wawasan Kebangsaan pada Suku Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Administrasi Jakarta Barat, Alumni IKABNAS Angkatan I Tahun 2023, Anggota IKAL Strategic Centre (ISC))